Aceh, LaksamanaNews.Com — Dua bencana berbeda, dua dekade yang terpisah, namun satu pemandangan yang kembali menghadirkan haru sekaligus kekaguman: sebuah masjid yang tetap berdiri kokoh ketika bangunan di sekelilingnya luluh lantak dihantam alam.
Pada 26 Desember 2004, dunia dikejutkan oleh tsunami raksasa yang melanda Aceh. Gelombang berketinggian puluhan meter menyapu pemukiman, meninggalkan puing-puing dan kehilangan besar. Di tengah kehancuran itu, beberapa masjid terlihat tetap tegak, seakan menjadi satu-satunya titik yang tidak tersentuh amukan tsunami. Pemandangan tersebut menjadi simbol harapan bagi masyarakat Aceh dan muncul sebagai cerita yang terus dikenang hingga kini.
Dua puluh satu tahun kemudian, tepat pada 26 November 2025, Aceh kembali diuji oleh banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah pegunungan dan pemukiman. Air bah bercampur lumpur merusak rumah warga dan infrastruktur, menyapu apa saja yang dilaluinya. Namun sekali lagi, sebuah masjid tampak tetap berdiri utuh ketika bangunan di sekitarnya runtuh atau hanyut terbawa arus. Rekaman udara yang beredar luas memperlihatkan masjid tersebut menjadi satu-satunya struktur besar yang tidak rusak parah.
Bagi banyak warga, kejadian berulang ini bukan hanya peristiwa fisik, tetapi juga emosional dan spiritual. Masjid yang tetap kokoh saat dua bencana besar melanda dipandang sebagai simbol keteguhan, harapan, dan pertolongan Ilahi di tengah cobaan berat.
“Ini bukan sekadar bangunan. Ini pengingat bahwa kita tidak pernah benar-benar sendirian, dan begitu kuasanya allah,” ungkap salah satu warga yang menyaksikan langsung kondisi masjid tersebut pasca banjir bandang.
Walau ilmuwan menjelaskan bahwa struktur masjid umumnya lebih kuat karena pondasi dan konstruksinya yang kokoh, bagi masyarakat Aceh, keberadaan masjid yang tetap berdiri dalam dua bencana berbeda tetap dianggap sebagai keajaiban yang membawa semangat dan meningkatkan spritual bahwa kuasa Allah itu Nyata.
Di tengah duka dan kerusakan, masjid itu kembali menjadi tempat berkumpul, berdoa, dan memulihkan kekuatan. Dan seperti dua dekade lalu, Aceh kembali menunjukkan bahwa harapan selalu bangkit dari tempat yang sama—dari rumah Allah yang tetap tegak saat dunia di sekitarnya runtuh.









